Minggu, 27 Maret 2011

Kasus Bullying pada anak menimbulkan kenakalan remaja



“Ibu...guruku bilang aku pencuri, jadi setiap apapun yang dengan ikhlas kuberikan padanya, dia bilang hasil curian,” kata Ninda siswa SD kepada ibunya. Tragis memang, sebagai seorang pendidik seharusnya guru tersebut bisa lebih bijaksana dalam menyikapi masalah yang dihadapi anak-anak didiknya, bukan malah menjust atau memvonis mereka melakukan suatu perbuatan yang buruk, mempermalukan siswa di depan teman-temannya. Tentu saja ini sangat membuat hati Ninda dan juga orang tuanya terluka. Betapa tidak, harapan orangtua Ninda, adalah agar guru dapat mengarahkan, membimbing, serta mendidik anaknya dengan baik, ikhlas tanpa pamrih, bukannya malah memojokkan atau bahkan mempermalukan anaknya di depan teman-temannya yang lain.

Ini bermula ketika orang tua(Ibunya) Sisca, teman akrab Ninda datang ke rumah Ninda menemui orangtua Ninda memberitahukan bahwa Sisca anaknya telah di beri Ninda uang sebesar Rp. 50 ribu. Tentu saja ibunya Sisca kaget kenapa Ninda memberi anaknya uang sebesar itu untuk ukuran SD di kota kecil, tentulah nilainya sangat besar. Ibunya Sisca mendapat informasi dari anaknya yang juga disampaikan kepada wali kelas Ninda dan Sisca. Jadi atas saran wali kelasnya tersebut, maka ibunya sisca mendatangi orangtua Ninda. Menceritakan dengan detil kebiasaan Ninda yang suka memberi teman-temannya uang. Guru atau wali kelasnya memiliki prasangka bahwa Ninda telah mencuri uang orangtuanya. Makanya ibunya Sisca mengembalikan uang tersebut dan memohon maaf.

Orangtuanya Ninda kaget sekali mendengar informasi yang disampaikan oleh Ibunya Sisca dan tuduhan guru tersebut terhadap anaknya. Awalnya sempat emosi, namun setelah beberapa hari, dengan bijak akhirnya ibunya Ninda menanyakan langsung berbicara dari hati ke hati kepada Ninda tentang kebiasaannya tersebut. Ibunya juga sekaligus memberi pandangan kepada Ninda agar tidak bersikap boros atau berlebih-lebihan dalam mempergunakan uang, karena itu juga dilarang agama. Apalagi Ninda lahir dari keluarga yang biasa-biasa saja, bukan anak orang kaya yang mesti pamer kekayaan. Akhirnya dengan linangan air mata, Ninda meminta maaf dan menceritakan alasan-alasannya kenapa Ia suka memberi teman-temannya uang. Dia kasihan melihat teman-temannya yang tidak bisa jajan seperti yang lainnya di kantin sekolah. Dia juga kasihan ketika teman-temannya tidak bisa membeli sesuatu yang mereka inginkan. Ninda mengatakan itu murni uang tabungannya yang tidak disetorkan ke wali kelas untuk ditabung. Ketika Ninda diberi uang untuk ditabung, sebagian disishkan untuk diberikan kepada teman-temannya, katanya ia ingin berbagi. Akhirnya Ninda dinasehati ibunya agar tidak berlebih-lebihan memberi uang pada teman-temannya. ada saat jika mau berbagi lebih dari itu ketika Ninda sudah bekerja.

Sejak kejadian itu guru atau wali kelasnya selalu memandang Ninda dengan pandangan curiga dan selalu berburuk sangka. Apalagi ketika Ninda memberi oleh-oleh untuk ibu gurunya tersebut waktu Ninda pulang berlibur dari rumah Neneknya. Coba, apa yang dikatakan gurunya, sungguh tuduhan yang sangat buruk dan menyakitkan, “ Ini hasil curian ya Ninda, Ibu tidak mau menerima barang hasil curian.” Ninda coba menjelaskan itu oleh-oleh yang ia bawa ketika berlibur di rumah neneknya, dengan linangan air mata. Itu juga diceritakan Ninda pada ibunya, agar ibunya menjelaskan kembali pada gurunya bahwa oleh-oleh itu bukan hasil curian. Pemberian itu hanya karena Ninda sayang sama ibu gurunya, walau ia pernah disakiti tapi Ninda tidak dendam.

Melihat kejadian seperti itu seharusnya sebagai seorang guru kita bisa lebih memahami permasalahan yang dihadapi anak didik. Jika terjadi sesuatu yang tidak mengenakkan yang dilakukan siswa, harusnya berbicara dari hati kehati, menanyakan permasalahan yang sesungguhnya, kenapa anak didiknya bisa berbuat seperti itu. Jangan sampai sikap kita atau tindakan kita membuat anak didik terluka, trauma menahan rasa malu, karena merasa tidak melakukan seperti apa yang dituduhkan gurunya maupun oranglain.

Seharusnya seorang guru tidak hanya melaksanakan kewajibannya semata-mata mengajar, tapi juga ia harus bisa mendidik siswanya dengan hati. Berkomunikasi yang baik dengan siswa, karena guru adalah panutan, dia tempat siswa memperoleh ilmu yang berguna bagi dirinya dan bangsanya. Guru harus bersikap ramah kepada siswanya, apalagi siswa SD yang masih perlu mendapat bimbingan yang banyak. Jadi sebagai guru haruslah memiliki kesabaran ekstra ketika menghadapi anak didiknya. Komunikasi sekali lagi komunikasi, ingat siswa itu titipan orangtuanya, juga titipan Allah agar guru dapat mendidiknya dengan baik. Guru juga akan dimintai pertanggungjawaban dari apa-apa yang telah dilakukannya. Belajarlah kepada para Pramugari, walau mereka lelah, tapi mereka tetap tersenyum kepada para penumpang. Jadi benar apa yang ditulis dalam salah satu media, bahwa “guru tidak seramah pramugari.” Wallahu A'lam.

Belajarlah pada apa yang telah dicontohkan manusia mulia, Rasulullah, Saw, betapa beliau sangat mencintai anak-anak. Kenapa tidak, karena anak kita juga dididik oleh guru yang lain, bagaimana sekiranya itu dialami oleh anak kita (guru) sendiri, tentu kita juga akan terluka. Itu jika kita para guru masih memiliki hati. Tapi kita yakin masih banyak guru-guru teladan di dunia ini yang mengajar dengan hati, mencintai anak didiknya seperti anak sendiri (seperti ibu Muslimah), karena guru tersebut menyadari tanggungjawab moralnya ke orangtua siswa dan atasannya (kepala Sekolah) yang utama pertanggungjawaban kepada Allah swt. Jadi sebagai seorang guru, jangan sampai menyakiti atau mendzolimi anak didik tersebut baik secara fisik maupun batin.


(Juni 2009, keprihatinan terhadap guru yang suka melakukan perbuatan bullying kepada anak didiknya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar